Salah nalar (fallacy)
ialah
gagasan, perkiraan atau simpulan yang keliru atau sesat. Pada salah
nalar kita tidak mengikuti tata cara pemikiran dengan tepat. Telaah atas
kesalahan itu membantu kita menemukan logika yang tidak masuk akal
dalam tulisan. Di bawah ini ada sepuluh macam salah nalar yang telah
ditemukan dalam karangan mahasiswa tingkat awal.
1.1 Deduksi yang Salah
Salah
nalar yang amat lazim ialah simpulan yang salah dalam silogisme yang
berpremis salah atau yang berpremis yang tidak memenuhi syarat.
Misalnya: Pengiriman manusia ke bulan hanya penghamburan. ( Premisnya: Semua eksperimen ke angkasa luar hanya penghamburan).
1.2 Generalisasi yang Terlalu Luas
Salah
nalar ini disebut juga induksi yang salah karena jumlah percontohnya
yang terbatas tidak mamadai. Harus dicatat bahwa kadang-kadang percontoh
yang terbatas mengizinkan generalisasi yang sahih.
Misalnya : Orang Indonesia malas tetapi ramah. (Orang Indonesia ada yang malas dan ada juga yang tidak ramah).
1.3 Pemikiran ‘atau ini, atau itu’
Salah
nalar ini berpangkal pada keinginan pada keinginan untuk masalah yang
rumit dari dua sudut pandang (yang bertentangan) saja. Isi pernyataan
itu jika tidak baik, tentu buruk; jika tidak betul, tentu salah: jika
tidak putih, tentu hitam.
Misalnya : Petani harus bersekolah supaya terampil. (Apakah untuk menjadi terampil kita selalu harus bersekolah?)
1.4 Salah Nilai atas Penyebaban
Generalisasi
induktif sering disusun berdasarkan pengamatan sebab dan akibat, tetapi
kita kadang-kadang tidak menilai dengan tepat sebab suatu peristiwa
atau hasil kejadian. Khususnya dalam hal yang menyangkut manusia,
penentuan sebab dan akibat sulit sifatnya. Salah nilai atas penyebab
yang lazim terjadi ialah salah nalar yang disebut post hoc, ergo propter hoc ‘sesudah itu, maka karena itu’.
Misalnya : Swie King jadi juara karena doa kita. (Lawan Swie King tentu juga didoakan para pendukungnya).
1.5 Analogi yang Salah
Analogi
adalah usaha perbandingan dan merupakan upaya yang berguna untuk
mengembangkan penalaran. Namun, analogi tidak membuktikan apa-apa dan
analogi yang salah dapat menyesatkan karena logikanya salah.
Misalnya : Rektor harus memimpin universitas seperti jenderal memimpin divisi. (Universitas itu bukan tentara dengan disiplin tentara).
1.6 Penyimpangan Masalah
Salah
nalar di sini terjadi jika argumentasi tidak mengenai pokok, atau jika
kita menukar pokok masalah dengan pokok yang lain, ataupun jika kita
menyeleweng dari garis.
Misalnya : Program Keluarga Berencana tidak perlu karena tanah di Kalimantan masih kosong (Manusia tidak bisa hidup dengan hanya memiliki tanah).
1.7 Pembenaran Masalah Lewat Pokok Sampingan
Salah
nalar di sini muncul jika argumentasi menggunakan pokok yang tidak
langsung berkaitan, atau yang remeh, untuk membenarkan pendiriannya.
Misalnya, orang merasa kesalahannya dapat dibenarkan karena lawannya
juga berbuat salah.
Misalnya : Saya boleh berkorupsi karena orang lain berkorupsi juga. (Korupsi dihalalkan karena banyaknya korupsi dimana-mana).
1.8 Argumentasi ad hominem
Salah
nalar terjadi jika kita dalam argumentasi melawan orangnya dan bukan
persoalannya. Khususnya di bidang politik, argumentasi jenis ini banyak
dipakai.
Misalnya: Ia tidak mungkin pemimpin yang baik karena kekayaannya berlimpah. (Yang dipersoalkan bukan kepemimpinannya)
1.9 Imbauan pada Keahlian yang Disangsikan
Dalam
pembahasan masalah, orang sering mengandalkan wibawa kalangan ahli
untuk memperkuat argumentasinya. Mengutip pendapat seorang ahli sangat
berguna walaupun kutipan itu tidak dapat membuktikan secara mutlak
kebenaran pokok masalah. Misalnya : kita mengutip pendapat bintang film
tentang pengembangan demokrasi.
1.10 Non Sequitur
Dalam argumentasi, salah nalar ini mengambil simpulan berdasarkan premis yang tidak, atau hampir tidak, ada sangkut pautnya.
Misalnya : Partai Rakyat Madani paling banyak cendekiawannya; karena itu usul-usulnya paling bermutu. (Tidak ada korelasi antara kecendekiaan dan kepandaian merumuskan usul).
2. BANGUN KARANGAN
Suatu
karangan yang baik, apalagi yang bersifat ilmiah, memiliki bentuk yang
baku. Ada ragangan yang dianut secara umum dan paragraf-paragraf pada
tulisan pun bukannya tanpa bentuk atau aturan.
2.1 Ragangan (outline)
Peragangan
adalah proses penggolongan dan penataan berbagai fakta, yang
kadang-kadang berbeda jenis dan sifatnya, menjadi kesatuan yang
berpautan. Tulisan yang menjadi hasilnya dapat disebut laporan, makalah,
arikel, skripsi, tesis, atau disertasi. Tata susunan itu tidak terbatas
pada karangan dalam arti umumnya saja. Paragraf dan kalimat pun harus
disusun secara cermat sehingga proses penalaran dapat dipahami dengan
lancer. Susunan karangan umumnya terdiri atas (1) pembuka atau
pengantar, (2) penutup, dan (3) sejumlah gagasan pokok atau pokok inti
di antara kedua bagian itu. dan (3) sejumlah gagasan pokok atau pokok
inti di antara kedua bagian itu. Rangkaian gagasan pokok itulah yang
mewujudkan struktur karangan (ragangan buram) lewat penataan dan
pengembangan oleh penulis.
Metode
penyusunan yang banyak dipakai dalam tulisan paparan atau bahasan ialah
memperinci topik karangan atas sejumlah pokok inti. Topik itu
mengungkapkan masalah pokok yang harus dibahas dalam makalah atau
uraian. (Kata topic biasanya diterapkan pada karangan yang (agak) singkat. Untuk buku, masalah pokoknya disebut subjek.
Topic harus dibedakan dari judul. Judul karangan itu penting karena
harus mampu menarik perhatian pembaca, tatapi judul bukanlah dasar yang
baik untuk menyusun karangan. Acapkali judul baru dipikirkan setelah
karangan selesai disusun. Jadi, yang pertama-tama harus diusahakan dalam
penulisan karangan ialah topik yang tegas dan bukan judul yang menarik.
Penulis karangan harus mulai dengan topik yang cakupannya terbatas,
yang mudah dapat dipahami, jika ia bermaksud agar susunan pokok
pembicaraannya jadi jelas bagi pembacanya.
Pembuka
dan penutup merupakan bagian susunan karangan karena keduanya
menyangkut struktur atau tatanannya. Namun, pembukaan dan penutup tidak
harus sama panjangnya dengan batang tubuh karangan dan bobotnya pun
tidak harus sama berat. Pembuka yang efektif bertujuan mengantar pembaca
dengan langsung ke tengah-tengah persoalan dengan menjelaskan topik
karangan. Jadi, kuncinya ada pada isi topik. Pembuka harus dapat
membangkitkan minat sehingga pembaca ingin membaca lanjutannya.
3. SIMPULAN DAN SARAN
Belajar menulis dan mengarang dalam BITA (Bahasa Indonesia Tujuan Akademis) merupakan kemahiran produktif yang kurang berkembang. Komunikasi lisan dalam BITA
terabaikan karena dianggap kemahiran yang paling sedikit dibutuhkan.
Padahal, kefasihan berbicara sangat penting tentang pengusaan bahasa per
orang. Mengarang dalam BITA juga dianggap kebutuhan yang paling penting tetapi justru jarang dilatihkan.
Di dalam karangan paparan dan persuasi, peranan logika sangat penting. Logika artinya bernalar; penalaran (reasoning) adalah proses mengambil simpulan (conclusion, inference) dari bahan bukti atau petunjuk (evidence),
atau yang dianggap bahan bukti atau petunjuk. Secara umum ada dua jalan
untuk mengambil simpulan: lewat induksi dan lewat deduksi. Deduksi dan
induksi berkaitan dengan logika atau penalaran. Salah nalar (fallacy)
ialah gagasan, perkiraan atau simpulan yang keliru atau sesat. Pada
salah nalar kita tidak mengikuti tata cara pemikiran dengan tepat.
Telaah atas kesalahan itu membantu kita menemukan logika yang tidak
masuk akal dalam tulisan atau karangan. Mahasiswa perlu memahami aspek
yang terkandung dalam penalaran sebelum membuat sebuah karangan agar
terhindar dari salah nalar. Perlu dilakukan penelitian lebuh lanjut
mengenai aspek kesalahan penalaran dalam karangan mahasiswa agar salah
nalar minimal dapat dihindari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar